Prabu Boros Ngora Panjalu



Catatan Dhipa Galuh Purba

PRABU Boros Ngora adalah pangeran dari kerajaan Panjalu, yang selalu haus dalam menuntut ilmu. Ayahnya, Prabu Cakra Dewa memerintahkan Boros Ngora untuk mencari Mustika Lana, untuk kesejahteraan dan keselamatan rakyat Panjalu.

Maka, Boros Ngora pun berkelana sambil menuntut ilmu ke Ujungkulon. Namun, ilmu yang dipelajari Boros Ngora adalah ilmu kadugalan (kekebalan).

Ilmu sakti yang telah dimiliki Boros Ngora diantaranya adalah “Ras-Clok”. Ilmu tersebut dapat mengantarkan Boros Ngora kemanapun yang diinginkan dalam waktu sekejap.

Meski ilmu yang Boros Ngora terbilang tinggi, tetapi Cakra Dewa tidak menyukainya, karena bukan ilmu kekebalan yang dapat diandalkan untuk mensejahterakan rakyat Panjalu.

Selanjutnya Cakra Dewa memerintahkan Boros Ngora untuk kembali berkelana mencari Mustika Lana.

Cakra Dewa membekali putranya dengan sebuah gayung karancang, gayung yang bolong-bolong. Berdasarkan petunjuk yang didapatkan Cakra Dewa, orang yang sudah mendapatkan Mustika Lana akan mampu membawa segayung air, dan airnya tidak akan tumpah.

Boros Ngora pun segera berangkat meninggalkan istana kerajaan Panjalu. Namun, sebelum meninggalkan Panjalu, Boros Ngora mencoba kesaktian ilmunya.

Beberapa prang pendekar diajak bertarung, dan tidak ada satupun yang bisa mengalahkan Boros Ngora. Puncaknya, Boros Ngora bertarung dengan kakeknya sendiri, Ponggang Rumangiang, penguasa Tutugan Gunung Tampomas.

Kesaktian Ponggang Rumangiang sudah termashur. Tidak pernah ada seorang pendekar pun yang selamat, jika Ponggang Rumangiang sudah mengeluarkan ilmu pamungkasnya. Ilmu tersebut bisa membuat lawan menjadi membeku, dikarenakan hawa dingin yang luar biasa.

Boros Ngora pun hampir saja menemui ajalnya ketika Ponggang Rumangiang  mulai mengeluarkan ilmu pamungkas.

Boros Ngora sudah tidak mampu lagi menahan hawa dingin yang sangat luar biasa. Tubuhnya hampir membeku.

Namun, Boros Ngora segera mengeluarkan ilmu “Ras-Clok”. Boros Ngora memejamkan matanya sambil mengatakan bahwa dirinya ingin berada di tempat yang sangat terik. Dalam sekejap, Boros Ngora terlempar ke Padang Pasir, negeri Mekah, dalam keadaan tidak sadarkan diri.

Ketika Boros Ngora siuman, ia merasakan sekujur tubuhnya sakit, tetapi memaksakan diri untuk berdiri dan berjalan terseok-seok.

Boros Ngora mencoba menggunakan ilmu Ras-Clok,  tetapi sungguh sangat mengagetkan, karena ilmunya sudah hilang.

Boros Ngora memaksakan diri berjalan, hingga bertemu dengan Baginda Ali. Mulanya Boros Ngora meremehkan Baginda Ali.

Namun, ketika telah menyaksikan kesaktian Baginda Ali, barulah Boros Ngora mengakui ketangguhannya. Boros Ngora mendapat tantangan untuk mencabut tongkat yang ditancapkan Baginda Ali. Dan ketika tongkat itu dicabut, Boros Ngora tidak mampu melakukannya.

Setelah itu, Boros Ngora bertekad untuk berguru kepada Baginda Ali. Dan Baginda Ali pun tidak keberatan mengangkat Boros Ngora menjadi muridnya.

Boros Ngora  pun tertarik untuk mempelajari dan mendalami agama Islam. Dan tentu saja Boros Ngora memeluk agama Islam dengan ikhlas dan bersungguh-sungguh.

Hal itu membuat Baginda Ali semakin menyayangi Boros Ngora. Ilmu-ilmu agama Islam diajarkan kepada Boros Ngora, sehingga Boros Ngora menjadi seorang pemuda yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT.

Setelah dipandang cukup oleh Baginda Ali, maka Boros Ngora akhirnya diizinkan untuk kembali ke tanah Panjalu dan mensyi’arkan agama Islam.

Baginda Ali membekali Boros Ngora dengan sebilah pedang, segayung air zam-zam dalam gayung kerancang, dan Mustika Lana.

Selama dalam perjalanan ke tanah Panjalu, Boros Ngora menghadapi berbagai tantangan yang cukup berat. Namun, berkat kesabarannya, Boros Ngora bisa sampai ke tanah Panjalu dengan selamat.

Cakra Dewa sangat bangga dan bergembira ketika mendapatkan Mustika Lana dari Boros Ngora. Ternyata yang dimaksud Mustika Lana itu tiada lain adalah agama Islam, suatu ajaran yang dapat menyelematkan manusia di dunia dan akhirat.

Selanjutnya, Boros Ngora diangkat menjadi raja Panjalu, melanjutkan kepemimpinan Cakra Dewa. Boros Ngora pun langsung mengadakan syiar Islam, yang menjadikan sebagian rakyat Panjalu berbondong-bondong mengucapkan dua kalimat syahadat.

Boros Ngora menumpahkan air zamzam ke Legok Jambu. Tiba-tiba, segayung air zamzam di Legok Jambu berubah menjadi air bah yang mampu menggenangi seluruh Legok Jambu, yang selanjutnya menjadi sebuah danau bernama Situ Lengkong Panjalu.

Danau tersebut mengelilingi sebuah pulau kecil bernama Nusa Gede. Di pulau kecil itulah kemudian Boros Ngora membangun istana kerajaan Panjalu, dan memindahkan pusat kerajaan ke Nusa Gede.***

0/Post a Comment/Comments

Previous Post Next Post