APUNG banyak bercerita tentang Bandung dalam karya-karyanya yang anggun. Selain “Jangji Asih”, ada baiknya menyimak juga buku kumpulan dangding Lagu Liwung Urang Bandung yang diterbitkan Kiblat tahun 2007.
Selain terkenal sebagai juru tembang, Apung juga memang piawai mencipta rumpaka sekaligus menganggit tembang Sunda.
Hidupnya bergelimang tembang, sebagaimana tercermin dalam buku-bukunya yang telah terbit lebih awal, antara lain Sumbang Asih kana Tembang Sunda (1964), Kuring jeung Tembang Sunda (1996), dan Mengenal Seni Tembang (1996).
Apung lahir di Cicalengka, 7 April 1936. Namun, selanjutnya Apung dibesarkan di Rancakalong, Sumedang. Setelah melewati jenjang pendidikan SR dan SMP, Apung melanjutkan ke SMAN 3 Bandung, dan menyelesaikannya pada tahun 1957.
Apung sempat pula mengenyam pendidikan di Jurusan Sastra Sunda IKIP Bandung, tetapi terhenti di tingkat tiga.
Meski tidak lulus kuliah, tetapi karirnya terbilang maju. Ia pernah menjadi guru honor KOKAR Bandung (1960-1963), guru honor Taman madya Bandung (1960), penembang honor di RRI Bandung (1960), redaktur Majalah Sari Bandung (1963-1966), Sekretaris Pribadi Walikota (1967-1979), Camat Regol, Kota Bandung (1979-1983), dan bekerja di Dipenda Kota Bandung (1984-1991).
Juru tembang yang memiliki suara mandiri ini pun dikenal sebagai pemikir dan sekaligus penggiat tembang Sunda.
Tulisannya sering dimuat di beberapa media massa, baik dalam bahasa Sunda maupun bahasa Indonesia.
Tidak heran kalau Apung sering diminta menjadi juri dalam lomba tembang. Apung aktif sebagai motor Perkumpulan Tembang Sunda Sulanjana, dan menjadi anggota kehomatan Daya Mahasiswa Sunda (Damas).
Pada tahun 2007, Apung mendapat Anugrah Budaya Kota Bandung.***
Komentar