Lengkapnya adalah Raden Tumenggung Aria Sunarya. Lahir di Manonjaya, Tasikmalaya, 1898, dan meninggal di Bandung, 29 Agustus 1965.
Puncak karirnya adalah menjabat Bupati Tasikmalaya, dari tahun 1944 sampai pensiun. Ia menjadi satu-satunya bupati yang sangat piawai mencipta kawih Sunda, menulis lakon, menerjemahkan karya sastra, dsb. Selain “Lembur Kuring”, lagu-lagu lainnya yang tetap abadi diantaranya Sakadang Kuya jeung Sakadang Monyet, Torotot Héong, dsb.
Ketika menjabat Bupati Tasikmalaya, R.T.A. Sunarya menggelar gending karemen kolosal di alam terbuka (open air theatre) untuk yang pertama kalinya di Indonesia.
Lakon yang dipergelarkan berjudul Lutung Kasarung. Pemain Lutung kasarung di antaranya Upit Sarimanah (memerankan Purbasari), Barli Sastrawinata (memerankan Lémgsér), dsb.
R.T.A. Sunarya sendiri bertindak sebagai penulis naskah dan sutradara pergelaran tersebut. Karya tertemahannya yang terkenal adalah Saijah (1951), yang ia terjemahkan dari Saija dan Adinda, atau karya aslinya berjudul Max Havelaar, karya Multatuli.
Karena jasa-jasanya dalam bidang kebudayaan, pada tahun 1962, R.T.A. Sunarya mendapat anugerah Piagam Penghargaan “Wijaya Kusumah” dari Presiden Soekarno.
Sebelum menjadi Bupati Tasikmalaya, R.T.A. Sunarya mulai meniti kariernya sebagai Mantri Polisi, Camat Warungkondang (1918-1920), Camat Sukabumi (1920-1921), Camat Cipaganti, Bandung (1921-1923), diperbantukan di Kabupaten Bandung (1923-1927), Wedana Bekasi (1927-1929), Wedana Tanggerang (1929-1933), Wedana Ciledug, Cirebon (1933-1934), Patih Cianjur (1934-1935), Pj. Bupati Cianjur (1935-1936), dan Bupati Ciamis (1926-1944).***
Pernikahan Putri Raden Tumenggung Aria Sunarya di Ciamis, sekitar tahun 1937 (Sumber Foto: https://id.pinterest.com/potolawas/boards) |
Komentar